Minggu

Hati Adalah Samudera Misteri

Duhai para pencari, dengarlah kabar singkatku...

Alangkah luas samudera hati. Mengaku tlah menjelajahi dan menguasai segenap sudut hati adalah sebuah ketakaburan diri. Tak ada seorangpun yang bisa menancapkan bendera keangkuhannya, karena tak siapapun mampu menjangkau batas terjauhnya. Tak sesiapapun patut mengaku telah menaklukkan hati dan merasa aman dari gejolak dan amukannya. Gelombangnya tak dapat tertahan manakala ia datang. Menghantam tiba-tiba, dan mengombang-ambingkan jiwa dan menenggelamkannya hingga ke dasar samuderanya!

Duhai para pengembara, berhati-hatilah dalam melangkah. Sekali arus menarikmu, ia tak akan mudah melepasmu. Samudera hati menyimpan misteri yang bisa membelenggumu. Arus dalamnya akan menjeratmu, menggulungmu, mendekapmu..dan menghempasmu kemanapun ia mau. Dan dalam ketidakberdayaanmu, barulah engkau sadari bahwa hati tak pernah menyerahkan dirinya ke dalam kendalimu. Ia tetaplah samudera misteri yang tak bertepi, yang tak seorangpun bisa mengaku tlah menguasai...

...

Sabtu

melintasi waktu


Waktu adalah mahkluk yang Ia cipta dari kesadaran kita, tentang betapa terbatasnya panjang lintasan di atas mana kita bisa menapaki. Ia adalah ruang, di mana di luarnya kita tiada, dan di dalamnya segala kemungkinan kita jelajahi. Sebagian merasakan betapa lapang dan luas sang waktu memberinya kebahagiaan. Sebagian besar lainnya terhimpit seakan ditindih dan dijepit waktu yang tak melepasnya, dan ia tak dapat lari kemana-mana.

Bahagia dan duka, kelapangan dan kesempitan sesungguhnya adalah karuniaNya untuk mendidik manusia. Agar ia dapat melihat bahwa waktu sangatlah berharga. Sebagaimana sehat dapat disadari manakala sakit. Sebagaimana bahagia dapat dihargai manakala duka melanda. Ia lah Al-Qabidh,..Yang Maha Menyempitkan. Dan Ia lah Al-Basith...Yang Maha Melapangkan...

Keluasan dan kelapangan adalah karuniaNya, sehingga kita bisa mewujudkan sebanyak-banyaknya kemungkinan yang mengantarkan kita semakin mendekatiNya. Kesempitan dan keterhimpitan adalah anugerahNya, untuk kita berhenti dari rasa besar diri dan ego yang menguasai...dan kembali bersimpuh menyadari, bahwa segala apa yang kita punya dan semua yang kita bisa raih adalah semata atas kehendak dan belaskasihNya Yang membukakan jalan-jalan sebab bagi pemenuhannya. Dan kita sejatinya tak memiliki kekuatan apa-apa untuk mendorong-menjauhkan ataupun menarik-mendekatkan. Laa hawla wa laa quwwata illa billaah...

Setiap saat adalah berharga....
..

Jumat

Suluk Sampan (4)

WARNING!: HARD STUFF. Tulisan ini barulah setitik dari sebuah perjalanan panjang pengembaraan ruhani. Jangan tergesa. Mulailah dari langkah satu, kemudian langkah dua, dan runtun. Alangkah jauh jarak antara mengetahui dengan mengerti. Dan alangkah jauh jarak antara mengerti dengan memahami. Dan lebih jauh lagi jarak antara memahami dengan...memiliki. Akal bukanlah segalanya, karena sangat terbatas kekuatannya. Hanya kerendahan hati yang bisa memahami...


Tersentak sampan dari buaian, kesadarannya terbuka dan semesta seakan melingkupi menenggelamkan kediriannya.....Terpana dalam samudera pesona,

"Sembah kalbu(cipta) akhirnya hanyalah citra pantulan dari cahaya hakiki. Gusti Allah adalah Cahaya yang menampakkan segala, sementara yang lain adalah tiada secara asali. Citra dari pantulan sifat dan kehendakNya!!... bening cerminnya, tajam citranya. syareat membersihkan sang cermin, tarekat meminyaki mengkilapi.

Gusti Allah adalah awal dari cipta, kehendak, dan ikhtiar yang membawa kita dari satu titik ke titik berikutnya. Membentuk lintasan menuju kesempurnaan... menuju kepadaNYA !!.. Gusti Allah adalah awal dan Allah pada akhirnya. Demikian lengkapnya. .. Sangkan Paran !!..Subhanallaah!!...."

Sungai tersenyum, sambil melepas sampan ke samudera tujuan....

"Segara kinemu panggih,... samodera raya yang sebegitu luasnya saling bertemu pada kenyataannya. Pun kiasan bagi ilmuNya.

"Sinurat sinuruhmatu,... segala yang tersurat dalam semua kitabNya, termasuk ayat-ayat kauniyah yang tersebar di jagat raya ini, memang dimaksudkan sebagai rahmatNya bagi para pencari yang menemu. Gusti Allah membimbing kepada cahayaNya, siapa-siapa yang Dia kehendaki... "


..

Suluk Sampan (3)

Beberapa kali warna dedaunan telah berganti di sepanjang bantaran sungai yang dilalui. Sepanjang itu pula sampan kecil mengarus mengikuti kemana sungai membawanya pergi. Terkadang ia melewati kota-kota penuh air mata, di mana hanya ada kedukaan menyelimuti. Mendung seakan tak pernah hilang memayungi kota, dan hujan bercampur air mata tumpah ke dalam sungai. Sampan kecil sesungguhnya telah berusaha menghindari namun aruslah yang memaksanya tuk melewati. Dan ia tak punya kendali ketika sungai mendorongnya memasuki sisinya yang suram. Duh...air di sisi sungai yang ini betapa sangat kentalnya dengan duka. Berat sekali rasanya ia menggerakkan tubuh. Berat sekali beban ini menahan gerak maju. Hanya sejari demi sejari, dan waktu seakan meninggalkannya sendiri…

Terkadang ia melewati kota-kota penuh bahagia, di mana keceriaan mewarnai sudut-sudut kota dan langit bertaburan gemerlap siang malamnya. Hanya ceria dan tawa. Lantunan lagu dan musik yang semarak tak henti mengisi udara. Semuanya terasa ringan. Anak-anak dengan kaki kecilnya berlarian di sepanjang bantaran menyoraki sampan dengan celoteh dan teriakan keriangan. Ah…betapa ringan sampan melaju seakan meluncur di atas permukaan minyak yang licin. Tanpa susah payah menggerakkan tubuhpun, ia melaju ringan seperti terbang…

Dan demikian bergantian kota duka dan tawa dijumpainya. Setiap kali mendekati kota duka, ia berusaha membelokkan diri menjauh darinya. Tapi arus demikian kuat mendorongnya dan memaksanya masuk ke dalam kubangan. Tak ada lagi yang bisa dilakukan. Hanya menyerah dan menjalani. Dan setiap kali melewati kota penuh bahagia, ia berusaha berhenti tuk sekedar singgah sejenak dan menikmati. Tapi sekali lagi arus demikian kuat mendorongnya dan memaksanya tuk terus melaju. Tak ada lagi yang bisa diperdebatkan selain diam menyerah.

"Lantas dimanakah 'kehendak' ?...Bukankah 'ikhtiar' menjadi sebuah kata semu untuk kodrat?..sehingga kita sesungguhnya adalah tiada?..", tanya sampan kecil kepada sungai, yang kepadanya ia telah menyerahkan arah pengembaraannya.

Sungai memecah diamnya. Setelah sekian lama ia dalam diam menuntun sampan kecil mengikuti setiap kelokan dan terjunan, membenturkannya ke kanan dan ke kiri, memaksanya berhenti diam ke dalam kubangan, mendorongnya, menahannya, menariknya, mengirimkan gelombang yang membolak-baliknya..

"Aku telah menuntunmu dengan benda-benda untuk menerima datangnya isyarat dan ilmu. Inilah petunjuk yang mengawali serangkaian tuntunan rahasiaNya, Ia berkenan menyingkapkan bershaf-shaf tirai misteri atas kesungguhan sebuah ikhtiar yang terus-menerus guna mendekat, dan ingin senantiasa dekat denganNya...

apa yang akan kukatakan adalah sebuah rahasia kehidupan. Simak dan dengarkan. Hati-hati…betapa jauh jarak antara mengetahui dan mengerti. Betapa lebih jauh jarak antara mengerti dan memahami. Dan lebih jauh lagi jarak membentang antara memahami…dan memiliki. Jangan takabur dan bangga dengan kekuatan akalmu. Apa yang akan kau dengar sekarang adalah untuk kau mengetahui. Untuk menjadi mengerti…kemudian memahami…apalagi memiliki….masih sangat jauh perjalanan yang harus kau lalui. Untuk memiliki hakekatnya ilmu, kau harus merasakan dulu sakitnya perjalanan, pedih-perihnya, hancur-leburnya, patah-pecahnya dirimu!..”

Sampan kecil diam terpana. Sebuah rahasia akan didengarnya. Sebuah rahasia yang mungkin akan menjadi jawaban atas semua kegelisahannya. Membuka kegelapan masa depannya, dan mengantarnya ke tujuan pengembaraannya. Tak sabar tapi juga khawatir ia, sanggupkah ia menerima anugerah ilmu terbesar sepanjang hidupnya? Akan kah ia bisa memahami?

Sungai menghentikan gerak dan arus membeku. Tak ada gelombang. Bahkan tak ada riak di permukaan. Hanya sampan kecil dan sungai yang membisikkan….“Dengarkan ini….”

Kehendak adalah momentum tercetusnya cipta yang letusannya menggetarkan kalbu: hadirkan sesuatu dorongan/ rasa keinginannya menjemput sesuatu perubahan terjadi sebagai proses-kesinambungan menjadi kesempurnaan... yg akan terwujud sebagaimana kodratNya, atas iradatNya juga.Sebagai kata ungkap, 'ikhtiar', boleh saja disebut 'nama semu' bagi kodrati yang lantas terjadi tadi. Tetapi tidaklah semu dalam upaya-upaya menempuhnya! Dituntut kesungguhan yang nyata-nyata dilakukan: dengan badannya, pikirannya, dengan segenap perasaannya dalam mewujudkan niat dan hasrat hati, seiring berjalannya waktu dan segala perubahannya.Nah,.. disitulah pemaknaannya.

Sama halnya, syariat telah ditetapkan diwajibkan, 'syahadat tauhid dan syahadat rasul' kajiannya. Tarekat kurun pengembaraan pencarian keluasan/kedalaman pemahaman atas syareat dan memperteguh takwa dan keimanan. Hakekat rentang masa 'ngawula Gusti', mempusakai kebenaran-kebenaran hakiki yang menghidupkan keyakinan kita tadi, syahadatnya meningkat jadi 'syahadat wangi', paska jenjang itu, menggapai makrifat Islam: syahadatnya 'syahadat jati'.'hakekat ilmu', akan tumbuh menjadi 'ilmu-hakekat', yang hidup bersama kesejatian-hidup, ... 'Raga sejati', 'Rasa sejati', 'Suksma Sejati' ...!

Sampan kecil hanya diam. Kata demi kata seakan menenggelamkan dirinya dalam sebuah samudera yang maha dalam. Tak lagi ia bisa lihat dirinya. Ia telah sirna, hilang menyatu dengan air lautan. Di dalam lautan, butiran air menghilang lenyap menyatu dalam keseluruhan….

"Ketika hati telah tercerahkan, ketika nurani menjadi kemudi. Jika aku adalah AKU, bukankah iradat adalah juga kodrat? 'Tiada aku selain AKU', karena semua yang kutulis adalah kodratKU,.. yang menulis.. tangan, gerak, gagasan, ilham,... adalah kodratNya semata"

"Bershaf-shaf tabir misteri menyelumuri atas adaKU pada keberadaanku, di mana puncak kesadaran iman dan kemurnian tauhidKU meng-AKU 'Tiada Allah selain AKU'. Melalui hati yang berhati 'Hati', Ia pun berkata,

'hananira Hananing Sun, wujudira Wujuding Sun, Sawiji-wiji dadi saka karsaningsun,mahanani-maujud saka Pangwasaning Sun..'.

..

Suluk Sampan (2)

Sampan kecil bercermin di permukaan sungai yang tenang dalam diam. Hatinya meragu mencoba menerima kata-kata sungai, bahwa bahagia yang dicari sesungguhnya ada di dalam diri. Tersembunyi di lubuk hati? Sebegitu sederhanakah? Bukankah telah berpuluh tahun ia mencoba merasai bahagia, dan berpuluh tahun itu pula ia tak menjumpanya? Dari apa yang ia lakukan setiap harinya, dari semua yang ia miliki, dari beribu wajah yang disapanya saat membawa mereka mengarungi sungai dengan hasil bumi mereka, dari banyak tempat yang disinggahinya. Mengapa hanya semata sepi yang ditemui?

Dan jika bahagia ada di dalam hati? Bukankah sederhana sekali untuk mencapai bahagia yang dicari-cari? Kita hanya tinggal mengikuti kata hati, dan hati akan menuntun kita dengan sendirinya ke depan gerbangnya? Tapi bukankah seringkali kata hati berbenturan dengan kenyataan? Bukankah seringkali langkahnya berhenti di hadapan tembok besar bernama ketetapan dan takdir kehidupan? Apa yang dimaui hati tak mesti menjadi?...

Banyak tanya menggantung, tak dimengerti tak dipahami. Yang tinggal kini hanyalah keletihan pencarian. Sampan kecil bertanya lirih kepada sungai yang membawanya..

"Mana yg harus dipilih?: mengikuti kata hati?... atau.. berpuas diri dengan 'takdir' yang telah diberikanNYA?.."

Sungai masih seperti cermin. Arus menyembunyikan diri di bawah lapisan dan permukaan menjadi seakan diam dalam keheningan.

"Titik demi titik pada lintasan hidup telah dilukis pada kanvas asal segala asal... Itulah 'FAYAKUN', rahasia Gusti Allah dalam berkehendak dan kekuasaan mewujudkannya, yang setelah terjadi sebagai rangkaian kenyataan hidup seseorang di dunia, manusia menyebutnya sebagai 'takdir'. Apa yang kemudian terjadi, merupakan bagian dari 'kodrat'.

Makna 'KUN' adalah permohonan dan upaya-upaya luhur manusia dalam proses menyempurnakan diri dan harkat hidupnya dengan mencari ridlhoNya. Agar kenyataan hidup yang dijalaninya menuju 'jalan yang lurus' yang akan menemukan cahayaNya. Itulah 'Iradat' namanya "...

Sungai diam sebentar, memberi waktu bagi sampan untuk mencerna kata-katanya. Ia tahu bahwa tak mudah mengerti apalagi memahami. Ia baru saja mulai membuka jalan menuju sebuah rahasia abadi, yang hanya bisa dilalui oleh mereka yang tak melulu menggunakan akal tapi justru dengan kerendahan hati. Masih panjang jalan terbentang di depan. Mudah-mudahan sampan kecil yang dihantarnya telah siap mendengarkan. Sungai meneruskan dengan perlahan,

'Kata hati' ....adalah cetusan-cetusan si batin. Manakala jiwa kita telah mulai mengenal 'cahayaNya', batin yang berkata tadi, disebut 'Nurani' (Nuur: cahaya, aeni: mata penglihatan si batin yang semakin sempurna). Jelas pandangannya dikarenakan memperoleh pancaran cahayaNYA! Kata hati menjadi bisikan nurani. Kata hati masih berselimut debu hasrat diri dan hawa duniawi. Bisikan nurani....hanya ketenangan dan kepuasan yang terlahir dari "menatapNya" tak berkeputusan..yang mencetuskan isyarat dan tanda-tanda..petunjuk2 jalan menuju negeri bahagia yang didamba.

Tidakkah menjadi jelas bahwa: mensyukuri rahmat dan karuniaNya akan menjelmakan rasa puas juga? Mensyukuri apa yang telah diberiNya akan membersihkan batin dari hawa dan buruk sangka kepadaNya. Mensyukuri apa yang dimiliki akan membasuh batin dari debu hasrat, dengki dan keinginan. Mensyukuri apa-apa yang tak dimiliki akan memelihara rasa percaya kepada rencanaNya bagi kebaikan hati dan jiwa kita. Serangkaian rasa puas dari waktu ke waktu yang tak berkeputusan itulah rentang suasana batin yang bernamakan bahagia.

Cukuplah bicaraku hari ini, duhai yang mencari...."

Sungai seperti cermin. Arusnya sembunyi di bawah hening. Sampan kecil larut dalam waktu yang diam.

..

Suluk Sampan (1)

WARNING!: HARD STUFF. Tulisan ini barulah setitik dari sebuah perjalanan panjang pengembaraan ruhani. Jangan tergesa. Alangkah jauh jarak antara mengetahui dengan mengerti. Dan alangkah jauh jarak antara mengerti dengan memahami. Dan lebih jauh lagi jarak antara memahami dengan...memiliki. Akal bukanlah segalanya, karena sangat terbatas kekuatannya. Hanya kerendahan hati yang bisa memahami...


Kegelisahan tak lagi dapat ditahan. Sampan kecil yang tertambat terangguk-angguk di ujung jembatan bambu sungai ini merindukan jawaban. Ia pun menarik-narik tali tambatnya seirama arus yang memecah kaki-kaki jembatan bambu. Tak ada lagi yang bisa menahannya untuk pergi. Pergi jauh mengembara. Mencari kedamaian hati, yang tak pernah ia jumpai sejak terciptanya. Beberapa kali ia menarik ulur, simpul pun mengendur. Dan dalam kesekian kali sentakan, ikatannya terlepas. ia bebas !!..

Hatinya bersorak, ia menggoyang-goyang badannya yang kecil menjauhi jembatan. Terburu-buru menyambut arus sungai, seakan tak mau lagi dikejar dan diikat kembali ke kehidupannya selama ini yang tak pernah ia pahami. Arus sungai pun menyambutnya meriah, menciprat-cipratkankan airnya seakan ucapan selamat datang..."selamat datang, wahai hati yang mencari..."

Dan sampan kecil terus mengarus mengikuti kemana sungai membawanya. Hatinya begitu gembira tapi sekaligus penuh tanya. Kemana ia akan pergi? ke laut mana ia akan bertemu? Dalam resah pengembaraannya, ia bertanya kepada sungai yang membawanya,

"Apakah kita akan lebih bahagia jika kita mengetahui masa depan kita?..."

Jawab sungai dengan keluasan kedalamannya,

"Kebahagiaan, sesungguhnyalah telah menyertai rahmat Gusti Allah atas hidup kita ini. Tidaklah tertinggal di masa kanak ataupun kelampauan.Tidak juga hilang di tengah perjalanan menuju kedewasaan, hingga kekinian kita. Pun tidak pula terpisah jauh menghadang di masa tua ataupun keakanan kelak. Hanya saja, ia bersemayam di relung hati.

Menukiklah pada kedalaman syukur, akurkan pikiran dan perasaan dalam tafakur. Lalu rasakan bahwa senantiasa ia (=kharisma ghaib atas puja-puji yang menjelmakan ketenangan dan kedamaian hati) yang dibahasakan sebagai bahagia itu, menyertai setiap tarikan nafas kita.

Tak kekurangan sesuatu apa dan hanya itu yang dirasa, pun yang sesungguhnya bernamakan bahagia dalam makna sesungguhnya. Manifestasi surga yang dijanjikan Gusti Allah pada seluruh umatNya, telah bisa dirasakan kebenarannya begitu manusia mensyukuri nikmat berada dekat denganNya!

Kuncinya: mengenali jati diri yang sejati! Karena hanya bila manusia telah mengenal jati dirinya yang sejati, karunia nikmat batin bernamakan bahagia (rahmat karunia asali, hakiki, abadi atas ridhloNya) yang tiada putus-putusnya itulah pencapaian hakekat.

Syahadat paska ucapan! Si hamba bersaksi akan Tuhannya, dan Tuhan sendiri berkenan mengakui dan bersaksi akan hambaNya. 'Wruhanira, Sejatining Sun, Allah Pangeranira,.. tan sejatinira utusan Ingsun!'..."

Cintaku Pemalu

kuturunkan kedua tanganku,
padahal sedang asik aku
berbisik mesra kepadaMU

kusembunyikan wajahku
padahal sedang kurasakan hangatnya
air mata membelai kedua pipiku
saatku memandangMU

kututup mulutku
padahal sedang tenggelam aku
dalam irama mengukir ucapanMU

cintaku kepadaMU, duh Gusti
sebuah cinta yang pemalu

Melihat Takdir

Gusti Allah Maha Berdiri Sendiri dan ndak membutuhkan siapapun atau apapun, sementara kita senantiasa bergantung kepadaNya. Ketetapan, kenyataan hidup, perintah dan laranganNya, kebutuhan dan amalan kita, adalah bagian dari kehendak dan rencanaNya. Gusti Allah adalah pencipta dan pemelihara segala yang kasat mata dan tak kasat mata, dalam ruang dan waktu, dan di luar ruang dan waktu, sebelum sekarang, sekarang, dan yang akan datang.

Kita memohon kepadaNya agar membuat kita ridla dengan keputusanNya dan sabar dengan apa yang kita alami. Penderitaan atau ketersesatan adalah jalan sebab kepada rasa butuh kita, sehingga kita mau bertaubat dan berdoa kepadaNya, menangis dan mendamba kedekatan serta perhatianNya. Subhanallah. Sesungguhnyalah amal dan kebutuhan kita bukanlah penyebab kemurahan dan rahmatNya. Mereka ada hanya untuk mengurangi rintangan dan hijab di depan hati kita, sehingga kita menjadi bisa melihat kemurahanNya. Takdir kita...adalah hasil dari bertumpuknya ketetapan, yang saling berhubungan dengan sarana sebab akibat. Sedangkan rahmat, cinta, dan keadilanNya adalah kekal abadi.

Cinta, ampunan, dan rahmatNya telah mendahului semua eksistensi.
Amal kita mengikuti papan petunjuk jalan, padahal sebenarnya kita telah ada di kotaNya !

Subhanallah...