Jumat

Suluk Sampan (1)

WARNING!: HARD STUFF. Tulisan ini barulah setitik dari sebuah perjalanan panjang pengembaraan ruhani. Jangan tergesa. Alangkah jauh jarak antara mengetahui dengan mengerti. Dan alangkah jauh jarak antara mengerti dengan memahami. Dan lebih jauh lagi jarak antara memahami dengan...memiliki. Akal bukanlah segalanya, karena sangat terbatas kekuatannya. Hanya kerendahan hati yang bisa memahami...


Kegelisahan tak lagi dapat ditahan. Sampan kecil yang tertambat terangguk-angguk di ujung jembatan bambu sungai ini merindukan jawaban. Ia pun menarik-narik tali tambatnya seirama arus yang memecah kaki-kaki jembatan bambu. Tak ada lagi yang bisa menahannya untuk pergi. Pergi jauh mengembara. Mencari kedamaian hati, yang tak pernah ia jumpai sejak terciptanya. Beberapa kali ia menarik ulur, simpul pun mengendur. Dan dalam kesekian kali sentakan, ikatannya terlepas. ia bebas !!..

Hatinya bersorak, ia menggoyang-goyang badannya yang kecil menjauhi jembatan. Terburu-buru menyambut arus sungai, seakan tak mau lagi dikejar dan diikat kembali ke kehidupannya selama ini yang tak pernah ia pahami. Arus sungai pun menyambutnya meriah, menciprat-cipratkankan airnya seakan ucapan selamat datang..."selamat datang, wahai hati yang mencari..."

Dan sampan kecil terus mengarus mengikuti kemana sungai membawanya. Hatinya begitu gembira tapi sekaligus penuh tanya. Kemana ia akan pergi? ke laut mana ia akan bertemu? Dalam resah pengembaraannya, ia bertanya kepada sungai yang membawanya,

"Apakah kita akan lebih bahagia jika kita mengetahui masa depan kita?..."

Jawab sungai dengan keluasan kedalamannya,

"Kebahagiaan, sesungguhnyalah telah menyertai rahmat Gusti Allah atas hidup kita ini. Tidaklah tertinggal di masa kanak ataupun kelampauan.Tidak juga hilang di tengah perjalanan menuju kedewasaan, hingga kekinian kita. Pun tidak pula terpisah jauh menghadang di masa tua ataupun keakanan kelak. Hanya saja, ia bersemayam di relung hati.

Menukiklah pada kedalaman syukur, akurkan pikiran dan perasaan dalam tafakur. Lalu rasakan bahwa senantiasa ia (=kharisma ghaib atas puja-puji yang menjelmakan ketenangan dan kedamaian hati) yang dibahasakan sebagai bahagia itu, menyertai setiap tarikan nafas kita.

Tak kekurangan sesuatu apa dan hanya itu yang dirasa, pun yang sesungguhnya bernamakan bahagia dalam makna sesungguhnya. Manifestasi surga yang dijanjikan Gusti Allah pada seluruh umatNya, telah bisa dirasakan kebenarannya begitu manusia mensyukuri nikmat berada dekat denganNya!

Kuncinya: mengenali jati diri yang sejati! Karena hanya bila manusia telah mengenal jati dirinya yang sejati, karunia nikmat batin bernamakan bahagia (rahmat karunia asali, hakiki, abadi atas ridhloNya) yang tiada putus-putusnya itulah pencapaian hakekat.

Syahadat paska ucapan! Si hamba bersaksi akan Tuhannya, dan Tuhan sendiri berkenan mengakui dan bersaksi akan hambaNya. 'Wruhanira, Sejatining Sun, Allah Pangeranira,.. tan sejatinira utusan Ingsun!'..."